{مقدة}
اللهم لك الحمد حمدا كثيرا مباركا فيه كما تحب ربنا وترضى, والصلاة علي حبيبك وخليلك ومصطفاك سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم عليه وآله وصحبه وتابعيه الى يوم الدين
Dalam artikel kali ini kita akan membahas sebuah kitab yang bernama ash-Shaum karya Syaikh As’ad Muhammad Sa’id ash-Shagirji. Kitab ini adalah salah satu dari cabang-cabang iman yang membahas salah satu rukun Islam, yaitu puasa. Yang mana Allah memilih puasa dengan membalasnya langsung karena tinggi derajatnya puasa.
Allah Berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183 :
[ البقرة : ۱۸۳ ] { يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ }
“ Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian tergolong orang-orang yang bertakwa”.
Imam Bukhori meriwayatkan dalam kitabnya yang mengumpulkan hadis-hadis shahih dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah r.a.. Beliau berkata : “Suatu hari, Nabi Muhammad saw. Sedang menjelaskan kepada manusia. Maka datanglah Jibril kepada Nabi dan berkata : “ Apa itu Iman ?”. Nabi menjawab : “ Iman adalah engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, utusan-Nya dan percaya terhadap bertemunya dengan Allah serta akan dibangunkannya dari alam kubur. Jibril berkata : “ Apa itu Islam ?”. Nabi menjawab : “ Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, dan berpuasa pada bulan ramadhan”.
Ibnu Abidin berkata dengan menukil dari kitab al-Idlah : “ Ketahuilah! Sesungguhnya puasa adalah sebagian dari lebih agungnya rukun-rukun agama, dan lebih kokohnya undang-undang syara yang kuat. Berpuasa itu dapat menundukkan nafsu yang memerintah kepada keburukan. Sesungguhnya puasa itu disusun dari pekerjaan-pekerjaan hati, mencegah dari makan, minum, dan menikah (berhubungan suami istri) di sepanjang harinya. Puasa itu sebagian dari lebih baik-baiknya hal, bahwa sesungguhnya puasa itu termasuk tuntutan yang paling berat atas diri seseorang. Maka hikmah Ilahiyyah menghukumi, bahwa Allah mengawali tuntutan-tuntutan-Nya dengan yang paling ringan, yaitu shalat karena untuk melatih seorang mukallaf (orang yang baligh dan berakal). Kedua Allah menuntut dengan yang pertengahan, yaitu zakat. Dan terakhir dengan yang paling berat, yaitu puasa. Dari rangkaian tersebut, memberikan isyarat dalam maqom madh dan maqom tertib. Sebagaimana firman Allah dalam penggalan Q.S. al-Ahzab ayat 35:
[الأحزاب : ۳۵] { وَالْخَاشِعِيْنَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِيْنَ وَالصَّائِمَاتِ }
“ … laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, …”.
Hadis Bukhori yang baru saja disebutkan, itu juga memberi isyarat pada tertib.
Makna puasa menurut bahasa adalah menahan, meningalkan berpindah dari satu hal ke hal yang lain. Dan dikatakan puasa itu adalah diam. Sebagaimana ucapannya sayyidah Maryam yang terabadikan dalam Al-Qur’an :
[مريم : ۲۶ ] { إِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا }
“Sesungguhnya Aku telah bernadzar kepada Allah yang bersifat ar-Rahman untuk berpuasa, maka pada hari ini Aku tidak akan berbicara dengan siapapun”.
Makna puasa menurut istilah syara’ adalah menahan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa disertai dengan niat mulai dari keluarnya fajar sampai terbenamnya matahari. Adapun kesempurnaannya puasa yaitu menjahui segala sesuatu yang dilarang oleh syara’, dan tidak jatuh dalam sesuatu yang diharamkan syara’. Karena ikut pada sabda Nabi Muhammad saw. :
(( مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ))
“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan mengamalkannya, maka tidak ada kebutuhan pada Allah dalam meninggalkan makanan dan minumannya orang tersebut ”.